Trenggalekjenggelek.com – Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek akan segera memutuskan perkara Supar alias Imam Syafii (52).
Supar merupakan kiai yang menjadi terdakwa dalam kasus Kiai Tiduri Santriwati di Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek.
Sidang pembacaan putusan atau vonis terhadap terdakwa kasus Kiai Tiduri Santriwati dijadwalkan berlangsung pada Kamis (27/2/2025).
Juru Bicara PN Trenggalek, Revan Timbul Hamonangan, mengonfirmasi agenda sidang tersebut. “Sidang putusan dijadwalkan besok hari Kamis tanggal 27 Februari 2025,” ujar.
Berbeda dengan sidang-sidang sebelumnya yang berlangsung tertutup, sidang pembacaan putusan kasus Kiai Tiduri Santriwati kali ini akan dibuka untuk umum.
“Karena agendanya sidang putusan, jadi sidangnya terbuka untuk umum. Semua yang datang bisa melihat agenda pembacaan putusannya,” tambahnya.
Selama proses peradilan, Supar telah menjalani 10 kali persidangan, mulai dari tahap pemeriksaan hingga duplik.
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa dengan hukuman penjara selama 14 tahun.
Sementara itu, JPU juga mengajukan tuntutan restitusi sebesar Rp 247 juta kepada terdakwa.
Pengajuan tersebut sebagaimana yang diajukan korban melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Jika tidak mampu membayar, Supar dapat dikenai tambahan hukuman 6 bulan kurungan penjara.
Di sisi lain, Supar bersama tim penasihat hukumnya meminta Majelis Hakim untuk membebaskan dirinya dari seluruh dakwaan.
Permintaan ini disampaikan dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pledoi pada Selasa (11/2/2025).
“Menurut tim penasihat hukum terdakwa, perbuatan terdakwa tidak terbukti sesuai dakwaan penuntut umum sehingga mereka meminta agar terdakwa dibebaskan dari segala dakwaannya,” kata Revan, Rabu (12/2/2025).
Supar sendiri juga menegaskan permintaannya agar dibebaskan dari segala tuduhan. Ia dan tim kuasa hukum berpendapat bahwa dakwaan terhadap dirinya hanya didasarkan pada hasil tes DNA.
“Sehingga dari pledoi yang dibacakan oleh tim penasihat hukum maupun terdakwa secara pribadi, intinya menurut mereka dakwaan dalam perkara ini hanya berdasarkan tes DNA,” jelas Revan.
Terdakwa dan tim hukumnya juga mempertanyakan keabsahan tes DNA sebagai bukti utama dalam kasus ini, dengan alasan bahwa pemeriksaan tersebut tidak didampingi oleh keterangan ahli di persidangan.
“Jadi semua saksi yang dihadirkan oleh JPU dan barang bukti yang ada menurut mereka tidak membuktikan adanya kesalahan terdakwa atas dugaan kasus persetubuhan seperti yang didakwakan JPU,” pungkas Revan. (kho)